Folklor

1. Inventarisasi 
    Cerita ini saya dapat dari salah satu masayarakat desa Bancak yang kebetulan beliau memang sangat paham mengenai cerita "Pasanggrahan Belimbing". Beliau bertempat tinggal tak jauh dari rumahku. 
Awalnya aku masih bingung ingin mencari cerita apa, karena di desaku tak banyak orang yang mengetahui cerita-cerita semacam dongeng, legenda, maupun mitos. Lalu terpikirkan olehku untuk mengenai suatu tempat yang letaknya tak jauh juga dari rumahku yaitu pasanggrahan belimbing. Tempat tersebut sering didatangi oleh masyarkat setempat untuk melakukan bancakan atau bisa disebut kondangan. Aku memang sudah lama merasa penasaran mengenai tempat tersebut. Lalu aku segera mendatangi Bapak Giman yang tahu mengenai cerita pasanggrahan belimbing tersebut. Beliau menceritakannya dengan sedikit ragu, takut jika ceritanya salah. Beliau paham betul, ini merupakan legenda jadi tidak boleh salah. Meskipun cerita yang saya dapatkan terlalu sedikit namun mau bagaimana lagi, yang mengerti cerita ini hanyalah bapak Giman ini. Beliau ini jika dikategorikan, termasuk narasumber: Pendukung Cerita. Setiap harinya Beliau lah yang mungurus pasanggrahan belimbing. Jika ada kondangan di tempat tersebut Beliau yang memimpin bancakan atau sering disebut kondangan juga.

2. Pengelolaan Data
Narasumber 
Nama : Giman 
Jenis Kelamin : Laki-laki 
Usia : 70 tahun 
Kategori Narasumber :  Pendukung Cerita 

3. Bagian-bagian yang hilang 
    Tidak ada bagian yang hilang, semua sudah diceritakan oleh narasumber. Jika mungkin terdapat bagian yang hilang mohon dimaafkan. Semua sudah diceritakan oleh narasumber secara lengkap dan urut. Karena narasumber merupakan pendukung cerita, jadi beliau paham betul dengan cerita tersebut. Beliau bahkan paham jika bercerita sejarah haruslah urut. Saat bercerita beliau takut jika ada kesalah an dan bagian-bagiannya kurang.

4. Makna
    Cerita Pasanggrahan Belimbing ini memiliki makna bahwa masyarakat harus senantiasa menghormati orang yang lebih tua, seperti dalam cerita masyarakat Bancak menghormati Mbah Kantri yang merupakan sesepuh desa Bancak. Bukan itu saja, cerita tersebut juga mengandung makna bahwa sesama saudara tidak boleh saling mencintai lalu menikah. 

5. Lampiran

Pasanggarahan Belimbing 
(Sesepuh Desa Bancak)

Jaman dahulu sebelum ada manusia hidup dan belum ada yang menempati desa Bancak, terlebih dahulu sudah ada seorang perempuan yang dipanggil Mbah Kantri yang menempati desa Bancak ini. Mbah Kantri tinggal di desa Bancak ini dengan membuat Pasranggahan yang dia buat dekat sungai. Mbah Kantri sengaja membangun pasanggrahannya dekat sungai karena Mbah Kantri menyukai air (untuk wudhu). Mbah Kantri yang hanya tinggal sendirian waktu itu, kemudian disusul oleh keponakannya yaitu Mbah Mantri. Mbah Mantri ini adalah seorang wali (wali sebelum sunan kali jaga). Setiap dari kajen dan muria, Mbah Mantri selalu ke Prasanggahan Belimbing di desa Bancak. Setiap datang ke Prasanggahan, Mbah Mantri selalu membuat Belik (tempat mandi, wudhu, dan lain-lain) dan membuat pancuran untuk berwudhu. Sampai sekarang masih ada belik-belik yang dipercaya adalah belik buatan Mbah Mantri. Belik tersebut masih terawat dan digunakan oleh masyarakat desa Bancak untuk mandi, mencuci, dan lain-lain.
Suatu hari Mbah Kantri mengundurkan diri dari desa Bancak dan pindah ke desa Jembul. Mbah Kantri memilih pindah dan singgah di desa Jembul sampai meninggal. Dan sampai sekarang ini, Mbah Kantri dianggap Danyang desa Jembul. Yang membuat Mbah Kantri pindah karena dia menyukai keponakannya sendirisendiri yaitu Mbah Mantri, namun Mbah Kantri mendapat penolakan dari keponakannya (Mbah Mantri). 
Jadi setelah Mbah Kantri pindah, hanya ada Mbah Mantri saja yang mengayomi desa Bancak ini. Dan sampai sekarang pasranggahan Belimbing tempat mbah Mantri ini masih ada. Untuk menghormatinya di Prasanggahan Belimbing setahun sekali (besar, tanggal 3) membeli jajan pasar untuk penghormatan  kepada Mbah Mantri. Dan sampai sekarang masyarakat mengikutinya. Masyarakat percaya bahwa Mbah Mantri ini adalah yang menjaga desa Bancak. Masyarakat Bancak percaya jika mereka tidak melakukan bancakan, maka akan terjadi bencana di desa mereka. Dan setiap Sabtu pon ada sedekah bumi yang dianggap merupakan hari jadinya desa Bancak ini. Jadi dilakukan bancakan di pasanggrahan belimbing tersebut. Saat ada salah satu masyarakat desa Bancak yang akan mengadakan acara atau orang jawa menyebutnya (nduwe gawe) misalnya acara pernikahan (manten), sunatan, harus izin atau lebih tepatnya meminta doa kepada Mbah Mantri. Karena masyarkat desa Bancak percaya Mbah Mantri adalah sesepuh desa mereka. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel Cado-Cado

Catatan Perjalanan

Contoh Opini tentang Korupsi